SUMBER ILMU PENGETAHUAN
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Cabang
filsafat yang membicarakan tentang sumber pengetahuan dan bagaimana cara
memperoleh pengetahuan itu, adalah teori pengetahuan. Cabang ini membicarakan
tentang epistimologi. Epistimologi membicarakan antaralain hakekat pengetahuan,
yaitu apa sesungguhnya yang dimaksud dengan pengetahan itu?
Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas manusia karena manusia adalah satu-satunya mahluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai pengetahuan, namun pengetahuan ini terbatas untuk kelangsungan hidupnya.
Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas manusia karena manusia adalah satu-satunya mahluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai pengetahuan, namun pengetahuan ini terbatas untuk kelangsungan hidupnya.
Pengetahuan
diperoleh dari keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan, seperti perasaan, pikiran,
pengalaman, panca indra, dan intuisi, untuk mengetahui sesuatu tanpa
memperhatikan objak, cara, dan kegunaaanya. Dalam Bahasa Inggris, jenis
pengetahuan ini disebut Knowledge.
Pengetahuan ilmiah juga merupakan keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan untuk mengetahui sesuatu, tetapi dengan memperhatikan objek yang ditelaah, carayang digunakan, dan kegunaan pengetahuan tersebut. Dengan kata lain, pengetahuan ilmiah memperhatikan objek ontology, landasan epistimologis, dan landasan aksiologis dari pengetahuan itu sendiri. Jenis pengetahuan ini dalam Bahasa Inggris disebut science.
Pengetahuan ilmiah juga merupakan keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan untuk mengetahui sesuatu, tetapi dengan memperhatikan objek yang ditelaah, carayang digunakan, dan kegunaan pengetahuan tersebut. Dengan kata lain, pengetahuan ilmiah memperhatikan objek ontology, landasan epistimologis, dan landasan aksiologis dari pengetahuan itu sendiri. Jenis pengetahuan ini dalam Bahasa Inggris disebut science.
Pengetahuan
itu diperoleh manusia melalui berbagai cara dan dengan menggunakan berbagai
alat. Ada beberapa aliran yang membicarakan tantang ini anatarlain: empirisme,
rasionalisme, idealisme, positivisme, intuisi, wahyu, dan lain – lain.
BAB II
SUMBER
ILMU PENGETAHUAN
A. CABANG FILSAFAT
A. CABANG FILSAFAT
Sebagaiman
disiplin ilmu yang akan menjadi fokus kajian yang dikaitkan dengan penelitian
yang akan dijadikan sebuah disertai maka perlu mengetahui kajian dalam dunia
filsafah ilmu sebagai pisau analisisnya yang terdiri dari Ontologi, Estimologi,
dan Aksiologi. Dimana ketiga hal tersebut saling memiliki keterkaitan dan
keterikatan dan keterbatasan. Fungsi dan tugas pokok filsafat ilmu antara lain
adalah mengembangkan ilmu, memberikan landasan filosofik untuk memahami
berbagai konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu maupun membekali kemampuan membangun
teori ilmiah. Subtansi kajian filsafat ilmu adalah antara lain mengenai
kenyataan, kebenaran, tingkat kepastian atau konfirmasi, dan logika inferensi.
Ontologi
adalah objek apa yang dikaji sebagai akar ilmu, Epistimologi bagaimana cara
mengkaji objek tersebut sebagai pondasi keilmuan dalam mencari kebenaran objek
dari suatu disiplin ilmu (bagaimana cara memperoleh ilmu) yang akan melahirkan
metodologi penelitian, dan Aksiologi bagaimana menggunakan hasil kajian
tersebut.
Untuk
lebih memahami darimana sumber ilmu pengetahuan itu diperoleh maka kita perlu
memahami pengertian ontologi, epistimologi, dan aksiologi. ketiga hal tersebut
pengertianya adalah sebagai berikut:
ONTOLOGIØ
• Ontologi dalam bahasa Latin adalah
ontologia, artinya sesuatu yang betul-betul ada. Dalam bahasa Yunani ont,
ontos, artinya ada, atau keberadaan, logos artinya studi atau ilmu tentang.
Menjadi ontologos, artinya kajian tentang hakikat yang ada, atau teori ilmu
pengetahuan yang mengungkapkan tentang hakikat segala sesuatu yang ada.
• Cabang filsafah yang menggeluti tata dan struktur realitas dalam arti seluas mengkin yang menggunakan ketegori-ketgori seperti : ada / menjadi, aktualitas / potensialitas, nyata / tampak, perubahan, waktu, eksitensi / noneksistensi, esensi, keniscayaan, yang ada sebagai yang ada, ketergantungan pada diri sendiri, hal mencakupi diri sendiri, hal-hal terakhir, dasar.
• Cabang filsafat yang mencoba: a) melukiskan hakikat ada yang terakhir (Yang Satu, Yang Absolut, Bentuk Abadi Sempurna); b) menunjukkan bahwa segala sesuatu tergantung padanya bagi eksistensinya; c) menghubungkan pikiran dan tindak manusia yang bersifat individual dan hidup dalam sejarah dengan realitas tertentu
.
EPISTIMOLOGIØ
EPISTIMOLOGIØ
• Epistimologi pada intinya membicarakan tentang sumber pengetahuan dan bagaimana caramemperoleh pengetahuan. Berasal dari kata Yunani yaitu episteme, artinya pengetahuan atau ilmu pengetahuan, dan logos artinya juga pengetahuan atau informasi. Jadi dapat dikatakan epistimologi artinya pengetahuan tentang pengetahuan. Ataudakalanya disebut “teori pengetahuan”, dan adakalanya disebut filsafat pengetahuan (Loren Bagus, 1996: 212).
• Dalam Kamus Filsafat yang ditulis oleh Tim Penulis Rosda, mengungkapkan bahwa epistimologi mengandung arti adalah kajian tentang (1) asal-ususl; (2) anggapan dasar; (3) tabiat; (4) rentang, dan (5) kecermatan (kebenaran, keterandalan, keabsahan) pengetahuan. Adalah cabang filsafat yang menanyakan pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah pengetahuan itu ? Dari manakah datangnya pengetahuan? Begaimana ia dirumuskan, diekspresikan, dan dikomunikasikan? (1995: 96).
AKSIOLOGIØ
• Louis O. Kattsoff (1992: 327) mendefinisian aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki tentang hakikat segala sesuatu. Di dunia ini terdapat banyak pengetahuan yang bersangkutan dengan masalah nilai yang khusus, seperti ekonomi, estetika, etika, filsafat agama dan epistimologi. Estetika berhubungan dengan masalah keindahan, etika berhubungan dengan masalah kebaikan, dan epistimologi berhubungan dengan masalah kebenaran.
• Aksiologi merupakan analisis nilai-nilai. Maksud dari analisis tersebut adalah membatasi arti, ciri-ciri, asal, tipe, kriteria, dan status epistimologi dari nilai-nilai itu (Kamus Filsafat Tim Penulis Rosda, 1995: 30). Atau aksiologi berarti kajian terori umum yang menyangkut dengan nilai, atau suatu kajian yang menyangkut segala sesuatu yang bernilai (Bagus, 1996: 33).
1. Menurut paradigma filsafat barat
Semua
orang mengakui memiliki pengetauan. Persoalannya dari mana pengetahuan itu
diperoleh atau lewat apa pengetahuan didapat? Dari situ timbul pertanyan
bagaimana caranya kita memperoleh pengetahuan atau darimana sumber pengetahuan
kita? Pengetahua yang ada pada kita diperoleh dengan menggunakan berbagai alat
yang menggunakan sumber pengetahuan tersebut. Dalam hal ini ada beberapa
pendapat tentang sumber pengetahuan antaralain:
a. Idealisme
Pertama,
idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat fisik hanya dapat
dipahami dalam kaitannya dengan jiwa dan roh. Istilah idealisme diambil dari
kata idea yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Idealisme atau nasionalisme
menitik beratkan pada pentingnya peranan ide, kategori atau bentuk-bentuk yang
terdapat pada akal sebagai sumber ilmu pengetahuan.
Plato ( 427-347 SM), seorang bidan bagi
lahirnya janin idealisme ini, menegaskan bahwa hasil pengamatan inderawi tidak
dapat memberikan pengetahuan yang kokoh karena sifatnya yang selalu
berubah-ubah (Amin Abdullah;1996). Sesuatu yang berubah-ubah tidak dapat
dipercayai kebenarannya. Karena itu suatu ilmu pengetahuan agar dapat
memberikan kebenaran yang kokoh, maka ia mesti bersumber dari hasil pengamatan
yang tepat dan tidak berubah-ubah.
Hasil
pengamatan yang seperti ini hanya bisa datang dari suatu alam yang tetap dan
kekal. Alam inilah yang disebut oleh guru Aristoteles itu sebagai "alam
ide", suatu alam dimana manusia sebelum ia lahir telah mendapatkan ide
bawaannya (S.E Frost;1966). Dengan ide bawaan ini manusia dapat mengenal dan memahami
segala sesuatu sehingga lahirlah ilmu pengetahuan. Orang tinggal mengingat
kembali saja ide-ide bawaan itu jika ia ingin memahami segala sesuatu. Karena
itu, bagi Plato alam ide inilah alam realitas, sedangkan yang tampak dalam
wujud nyata alam inderawi bukanlah alam yang sesungguhnya.
b.
Empirisme
Paham
selanjutnya adalah empirisme atau realisme, yang lebih memperhatikan arti
penting pengamatan inderawi sebagai sumber sekaligus alat pencapaian
pengetahuan (Harold H. Titus dkk.;1984). Aristoteles (384-322 SM) yang boleh
dikata sebagai bapak empirisme ini, dengan tegas tidak mengakui ide-ide bawaan
yang dibawakan oleh gurunya, Plato. Bagi Aristoteles, hukum-hukum dan pemahaman
itu dicapai melalui proses panjang pengalaman empirik manusia. (Amin
Abdullah;1996).
Dalam paradigma empirisme ini, sungguhpun indra merupakan satu-satunya instrumen yang paling absah untuk menghubungkan manusia dengan dunianya, bukan berarti bahwa rasio tidak memiliki arti penting. Hanya saja, nilai rasio itu tetap diletakkan dalam kerangka empirisme (Harun Hadiwiyoto;1995).
Artinya keberadaan akal di sini hanyalah
mengikuti eksperimentasi karena ia tidak memiliki apapun untuk memperoleh
kebenaran kecuali dengan perantaraan indra, kenyataan tidak dapat dipersepsi
(Ali Abdul Adzim;1989). Berawal dari sinilah, John Locke berpendapat bahwa
manusia pada saat dilahirkan, akalnya masih merupakan tabula (kertas putih).
Maksudnya ialah bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari pengetahuan, lantas
pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu, kemudian ia memiliki pengetahuan.
Di dalam kertas putih inilah kemudian dicatat
hasil pengamatan Indrawinya (Louis O. Katsof;1995). Empirisme adalah sebuah
paham yang menganggap bahwa pengetahuan manusia hanya didapatkan melalui
pengamatan konkret, bukan penalaran rasional yang abstrak, apalagi pengalaman
kewahyuan dan institusi yang sulit memperoleh pembenaran factual.
David Hume, salah satu tokoh empirisme mengatakanbahwa manusia tidak membawa pengetahuan bawaan dalam hidupnya.
David Hume, salah satu tokoh empirisme mengatakanbahwa manusia tidak membawa pengetahuan bawaan dalam hidupnya.
Sumber pengetahuan adalah pengamatan.
Pengamatan memberikan dua hal, yaitu kesan-kesan (empressions) dan
pengertian-pengertian atau ide-ide (ideas). Yang dimaksud kean-kesan adalah
pengamatan langsung yang diterima dari pengalaman, seperti merasakan tangan
terbakar. Yang dimaksud dengan ide adalah gambaran tentang pengamatan yang
samara-samar yang dihasilka dengan merenungkan kembali atau terefleksikan dalam
kesan-kesan yang diterima dari pengalaman.(Amsal Baktiar; 2002).
Berdasarkan
teori ini, akal hanya mengelola konsep indrawi, hal itu dilakukannya dengan
menyusun konsep tersebut atau membagi-baginya.(Muhammad baqir as-Shadar;1995).
Jadi dalam empirisme, sumber utamauntuk memperoleh pengetahuan adalah data
empiris yang diperoleh dari panca indra. Akal tidak berfungsi banyak, kalaupun
ada, itu pun sebatas ide yang kabur.
Namun aliran ini mempunyai banyak kelemahan, antara lain:
1. Indra terbatas, benda yang jauh kelihatan kecil, apakah ia benar-benar keci? Ternyata tidak. Keterbatasan indralah yang menggambarkan seperti itu. Dari sini akan terbentuk pengetahua yang salah.
2. Indra menipu, pada yang sakit malaria gula rasanya pahit, udara akan tersa dingin. Ini akan menimbulkan pengetahuan empiris yang salah juga.
3. Objek yang menipu, contohnya fammorgana dan ilusi. Jadi obyek itu sebenarnya tidak sebagaimana ia ditangkap oleh indra, ia membohongi indra.
4. Berasal dari indra dan objek sekaligus. Dalam hal ini indra mata tidak mampu melihat seekor kerbau secara keseluruhan, dan kernau itu juga tidak dapt memperlihatkan badanya secara keseluruhan. Kesimpulannya ialah empirisme lemah karena keterbatasan indra manusia.
c. Rasionalisme
Paradigma
selanjutnya adalah Rasionalisme, sebuah aliran yang menganggap bahwa kebenaran
dapat diperoleh melalui pertimbangan akal. Dalam beberapa hal, akal bahkan
dianggap dapat menemukan dan memaklumkan kebenaran sekalipun belum didukung
oleh fakta empiris. Faham rasionalisme dipandu oleh tokoh seperti Rene
Deskrates (1596-1650), Baruch Spinoza (1632-1677) dan Gottfried Leibniz
(1646-1716).
Menurut kelompok ini, dalam setiap benda
sebenarnya terdapat ide – ide terpendam dan proposisi - proposisi umum yang
disebut proposi keniscayaan yang dapat dibuktikan sebagai kebenaran yang dapat
dibuktikan sebagai kebenaran dalam kesempurnaan atau keberadaan verifikasi
empiris.
Aliran
ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang
benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia memperoleh pengetahuan melalui
kegiatan menangkap objek.
Menurut
aliran ini kekeliruan pada aliran empirisme yang disebabkan kelemahan alat
indra dapat dikoreksi, seandainya akal digunakan. Rasionalisme tidak
mengingkari kegunaan indra dalammemperoleh pengetahuan. Pengalaman indra
diperlukan untuk merangsang akal dan memberikan bahan-bahan yang menyebabkan
akal dapat bekerja, etapi sampainya mausia kepada kebenaran adalah semata-mata
akal. Laporan indra menurut rasionalisme merupakan bahan yang belu jelas,
bahkan ini memungkinkan dipertimbangkan oleh akal dalam pengalaman berfikir.
Akal
mengatur bahan tersebut sehingga dapatlah terbentuk pengetahua yang benar. Jadi
fungsi panca indra hanyalah untuk memperoleh data-data dari alam nyata dan
akalnya menghubungkan data-data itu satu dengan yang lain.
Dalam
penyusunan ini akal menggunakan konsep-konsep rasional atau ide-ide universal.
Konsep tersebut mempunyai wujud dalam alam nyata dan bersifat universal. Yang
dimaksud prinsip-prinsip universal adalah abstraksi dari benda-benda konkret,
seperti hukum kuasalitas atau gambaran umum tentang kursi. Sebaliknya bagi
empirisme hukum tersebut tidak diakui.(Harun nasution;1995).
Akal,
selain bekerja karena ada bahan indra, juga akal dapat menghasilkan pegetahuan
yangtidak berdasarkan bahan indrawi sama sekali, jadi akal juga dapat
menghasilkan pengetahan tentang objek yang betul-betul abstrak.
Tetapi
rasionalisme juga mempunyai kelemahan, seperti mengenai criteria untuk
mengetahui akan kebenaran dari suatu ide yang menurut seseorag dalah jelas dan
dapat dipercaya tetapi menurut orang lain tidak.
Jadi
masalah yang utama yang dihadpi kaum rasionalisme adalah evaluasi dari
kebenaran premis-premis inisemuanya bersumber pada penalaran induktif, karena
premis-premis ini semuanya bersumber pada penalaran rasional yang bersifat
abstrak. Terbebas dari pengalaman maka evalusi yang semacam ini tidak dapat
dilakukan.(Jujun S. Suriasumantri;1998).
d. Positivisme
Adanya
problem pada empirisme dan rasionalisme yang menghasilkan metode ilmiah
melahirkan aliran positivisme oleh August Comte dan Immanuel Kant. August Comte
berpendapat bahwa indera itu amat penting dalam memperoleh ilmu pengetahuan,
tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen.
Positivisme
adalah aliran filsafat yang berpangkal dari fakta yang positif sesuatu yang
diluar fakta atau kenyataan dikesampingkan dalam pembicaraan filsafat dan ilmu
pengetahuan.(Drs. Drs. H. Ahmad Syadali, M.A; 2004 :133). Kekeliruan indera
dapat dikoreksi lewat eksperimen dan eksperimen itu sendiri memerlukan
ukuran-ukuran yang jelas seperti panas diukur dengan drajat panas, jauh diukur
dengan meteran, dan lain sebagainya.
Kita
tidak cukup mengatakan api panas atau metahari panas, kita juga tidak cukup
mengaakan panas sekali, panas, dan tidak panas. Kita memerlukan ukuran yang
teliti. Dari sinilah kemajuan sains benar-benar dimulai. Kebenaran diperoleh
dengan akal dengan didukung bukti-bukti empiris yang terukur.
Dalam
hal ini Kant juga menekankan pentingnya meneliti lebih lanjut terhadap apa yang
telah dihasilkan oleh indera dengan datanya dan dilanjutkan oleh akal denga
melakukan penelitian yang lebih mendalam. Ia mencontohkan bagaimana kita dapat
menyimpulkan kalau kuman tipus menyebabkan demam tipus tanpa penelitian yang
mendalam dan eksperimen.
Dari penelitian tersebut seseorang dapat
mengambil kesimpulan bahwa ada hubungan sebab akibat antara kuman tipus dan
demam tipus.
Pada
dasarnya aliran ini (yang diuraikan oleh August Comte dan Immanuel Kant)
bukanlah suatu aliran khas yang berdiri sendiri, tetapi ia hanya menyempurnakan
emperisme dan rasionalisme yang bekerjasama dengan memasukkan perlunya
eksperimen dan ukuran-ukuran.
2. Menurut Saintis Islam
2. Menurut Saintis Islam
Alam
ini merupakan sumber pengetahuan yang terbuka luas bagi setiap manusia. Alam
yang memiliki hukum yang pasti dan konstan akan membentuk pengetahuan manusia.
Karena hukum alam itulah manusia secara bertahap dapat mengendalikan alam dan
mengadakan pengembangan melalui eksperimen dan riset secara berulang. Berbagai
persoalan yang berkaitan dengan struktur, kondisi dan kualitas alam, secara
bertahap dapat dikuasai dan diatasi manusia .
Hukum alam dan Al-Qur’an bersumber dari sumber yang sama, yakni Allah SWT. Oleh karena itu, alam mempunyai kaitan erat dengan ayat-ayat Al-Qur’an.
Hukum alam dan Al-Qur’an bersumber dari sumber yang sama, yakni Allah SWT. Oleh karena itu, alam mempunyai kaitan erat dengan ayat-ayat Al-Qur’an.
Di
antara kaitan tersebut, Al-Qur’an memberikan informasi tentang keadaan alam
pada masa yang akan datang, yang belum bisa diramalkan oleh ilmu pengetahuan.
Al-Qur’an juga memberikan informasi peristiwa masa lampau yang hanya diketahui
oleh kalangan yang sangat terbatas. Terkadang Al-Qur’an mempertegas penemuan
para ahli dan terkadang memberi isyarat untuk dilakukan penyelidikan secara
akurat, Al-Qur-an juga memberikan motivasi kepada para ilmuan untuk melakukan
kajian atau pembahasan suatu persoalan dan memerintahkan agar mendiamkannya
(tawakuf) serta menyerahkan segala urusanya kepada Allah SWT. Ilmu pengetahuan
yang diperoleh melalui kajian dan penelitian terhadap alam ini pada akhirnya
akan menunjukkan kebesaran akan menunjukkan kebesaran Yang Maha Pencipta, yaitu
Allah SWT, sebagaimana dinyatakan dalam surat Ali’Imran ayat 190 dan 191 :
Artinya:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit
dan bumi. Dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang berakal ( 190). (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): ‘Ya Tuhan Kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia ,Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami
dari siksa neraka. (Al-Imran ayat 191).
Di
kalangan ilmuan muslim, banyak sekali penemuan ilmuan yang orisinal (sebagai
hasil eksperimen, observasi, atau penelitian) yang terus dikembangkan dan
menjadi milik dunia ilmu pengetahuan modern, termasuk yang kemudian
dikembangkan oleh para ilmuan barat. Para ilmuan muslim, terutama yang muncul
pada masa keemasan islam (abad ke 7-13) banyak memberi kontribusi pada
perkembangan sains modern, seperti bidang kimia, optika, matematika,
kedokteran, fisika, astronomi, geografi, sejarah dan ilmu-ilmu lainnya.
Muhammad
Thalhah Hasan mengatakan, bahwa sumber ilmu pengetahuan itu adalah Allah, yang
berbeda adalah proses dan cara Allah memberikan dan mengenalkan ilmu-ilmu
tersebut kepada manusia dan mahluk-mahluk lainnya. Ada diantara ilmu-ilmu
tersebut diberikan melalui insting, ada diantaranya yang diberikan melalui
panca indera, ada lagi yang diperoleh melalui nalar (akal), adalagi yang
ditemukan melalui pengalaman dan penelitian empirik, dan ada yang lain
didapatkan melalui wahyu seperti yang didapatkan para Nabi/Rasul. Tetapi sumber
dari semua ilmu itu adalah Allah, dan dari teologi inilah kemudian muncul
istilah “trasendentalisasi ilmu”, yang artinya bahwa semua ilmu itu tidak dapat
dilepaskan dari kekuatan dan kekuasaan Tuhan dan keyakinan seperti ini akan
mempengaruhi konsep dan system pendidikan islam.
Kalau dibarat ilmu pengetahuan beranjak dari “premis
kesangsian”, maka dikalangan agama samawi, termasuk islam, ilmu-ilmu itu
bersumber dari “premis keimanan”, suatu keimanan yang memberikan keyakinan,
bahwa kebenaran yang absolute itu hanya ada pada wahyu, termasuk kebenaran
ijtihadi dalam upaya menafsirkan wahyu tersebut. Al-qur’an
dan As-Sunah yang sahih mempunyai tingkat kebenaran absolute, tetapi ilmu-ilmu
ijtihadi seperti ilmu kalam atau ilmu fiqih dan lain-lain, tingkat kebenarannya
adalah relative. (Muhammada Talhah Hasan, 2006: 39).
Allahlah
sumber segala ilmu pengetahuan, sedangkan ilmu yang dikuasai manusia selama ini
sangat terbatas dan sedikit sekali apa bila dibandingkan dengan ilmu Allah.
Tuhan telah memberikan ilmu-Nya kepada manusia dan mahluk-mahluk lainnya
seperti malaikat, dengan beberapa cara seperti dengan ilham, instink, indra,
nalar (reason), pengalaman dan lain sebagainya. Atau dengan istilah lain,
melalui penelitian dan survey, juga melalui penelitian laboratories, dan ada
juga yang melalui kontemplasi/perenungan yang tajam dan melalui informasi wahyu
yang diterima para Rasul Allah. Itu semua merupakan cara-cara yang digunakan
oleh Allah untuk memberi ilmu pengetahuan, informasi, kemampuan nalar dan
kecakapan kepada manusia, tetapi sumbernya tetaplah Allah.
Prof.
DR. Cecep Sumarna mengatakan, bahwa dikalangan filosof dan saintis muslim
berkembang sebuah pemikiran bahwa sumber ilmu pengetahuan adalah wahyu. Bagi
umat islam hal itu termanifestasi dalam bentuk Al-Qr’an dan As-Sunah. Sumber
Al-Qur’an ini bukan hanya mendampingi sumber pengetahuan lain, misalnya sumber
empiris yang faktual/induktif dan rasional/deduktif. Al-Qur’an bahkan dapat
dianggap pemegang otoritas lahirnya ilmu. Dalam perspektif islam, alam menjadi
sumber empiris pengaruh modern, adalah wahyu Tuhan juga. Ia adalah symbol
terendah dari Tuhan Yang Maha Tinggi dan sekaligus Maha Qudus. (Prof. DR. Cecep
Sumarna; 2008:111). Selain empiris dan rasional, sumber ilmu pengetahuan yang
lain adalah intuisi dan wahyu. Melalui intuisi manusia mendapati ilmu
pengetahuan secara langsung tidak melalui proses penalaran tertentu, sedangkan
wahyu adalah pengetahuan yang didapati melalui “pemberian” Tuhan secara
langsung kepada hamba-Nya yang terpilih yang disebut Rasul dan Nabi.
DR.
Ahmad tafsir mengatakan, bahwa menurut Al-Qur’an semua pengetahuan datang dari
Allah, sebagian diwahyukan kepada orang yang dipilih-Nya, sebagian lain
diperoleh manusia dengan menggunakan indra, akal, dan hatinya. Pengetahuan yang
diwahyukan mempunyai kebenaran yang absolute, sedangkan pengetahuan yang
diperoleh dari indra kebenarannya tidak mutlak. (DR. Ahmad tafsir; 2008: 8).
Bagi
orang islam sumber pengetahuan adalah Allah, tidak ada pengetahuan selain yang
datang dari Allah. Sumber pertama itu sekarang ini adalah Al-Qur’an atau hadits
Rasul. Demikian Al-Ghazali berpendapat, tidak akan bisa sampai pada pengetahuan
yang meyakinkan tersebut bila ia bersumber dari hasil pengamatan indrawi
(hissiyat) dan pemikiran yang pasti (dzaruriyat). (Al-Ghazali, 1961). Dari sini
terlihat dengan jelas bahwa Al-Ghazali telah menggabungkan paradigma empirisme
dan rasionalisme.
Tetapi, bentuk pemaduan tersebut tetap
dilakukan secara hierarkis, bukan dalam rangka melahirkan sintesa baru diantara
keduanya itu. Terhadap hasil pengamatan indrawi, Al-Ghazali akhirnya
berkesimpulan bahwa :
"Tentang hal ini aku ragu-ragu, karena hatiku berkata : bagaimana mungkin indra dapat dipercaya, penglihatan mata yang merupakan indera terkuat adakalanya seperti menipu. Engkau misalnya, melihat bayang-bayang seakan diam, padahal setelah lewat sesaat ternyata ia bergerak sedikit demi sedikit, tidak diam saja. Engkau juga melihat bintang tampaknya kecil, padahal bukti-bukti berdasarkan ilmu ukur menunjukkan bahwa bintang lebih besar dari pada bumi. Hal-hal seperti itu disertai dengan contoh-contoh yang lain dari pendapat indera menunjukkan bahwa hukum-hukum inderawi dapat dikembangkan oleh akal dengan bukti-bukti yang tidak dapat disangkal lagi". (Al-Ghazali,1961).
Dari
pernyatan tersebut jelas sekali di mata Al-Ghazali paradigma empirisme yang
lebih bertumpu pada hasil penglihatan inderawi, tidak dapat dijadikan sebagai
bentuk pengetahuan yang menyakinkan lagi, sebab kebenaran yang ditawarkan
bersifat tidak tetap atau berubah-ubah. Kredibilitas akal, karena itu, juga
tidak luput dari kuriositas Al-Ghazali terhadap hakikat yang sedang
dicari-carinya. Kredibilitas akal diragukan, karena kekhawatirannya, jangan-jangan
pengetahuan aqliyah itu tidak ada bedanya dengan seseorang yang sedang
bermimpi, seakan-akan ia mengalami sesuatu yang sesungguhnya, tetapi ketika ia
siuman nyatalah bahwa pengalamannya tadi bukanlah yang sesungguhnya
terjadi." (Al-Ghazali,1961).
BAB III
PENUTUPAN DAN KESIMPULAN
Banyak paradigma filosof barat dan
saintis islam yang mengemukakan tentang sumber ilmu pengetahuan, dan mereka
semuanya mempunyai pedomannya masing-masing, diantaranya adalah :
Idealisme
atau nasionalismeØ
menitik beratkan pada pentingnya peranan ide, kategori atau bentuk-bentuk yang
terdapat pada akal sebagai sumber ilmu pengetahuan. Plato menegaskan bahwa
hasil pengamatan inderawi tidak dapat memberikan pengetahuan yang kokoh karena
sifatnya yang selalu berubah-ubah.
Kemudian empirisme atau realisme,
yang lebih memperhatikan arti penting pengamatan inderawi sebagai sumber
sekaligus alat pencapaian pengetahuan Dalam paradigma empirisme ini, sungguhpun
indra merupakan satu-satunya instrumen yang paling absah untuk menghubungkan
manusia dengan dunianya, bukan berarti bahwa rasio tidak memiliki arti penting.
Hanya saja, nilai rasio itu tetap diletakkan dalam kerangka empirisme
ParadigmaØ selanjutnya adalah Rasionalisme, sebuah aliran yang menganggap bahwa kebenaran dapat diperoleh melalui pertimbangan akal. Dalam beberapa hal, akal bahkan dianggap dapat menemukan dan memaklumkan kebenaran sekalipun belum didukung oleh fakta empiris.
ParadigmaØ selanjutnya adalah Rasionalisme, sebuah aliran yang menganggap bahwa kebenaran dapat diperoleh melalui pertimbangan akal. Dalam beberapa hal, akal bahkan dianggap dapat menemukan dan memaklumkan kebenaran sekalipun belum didukung oleh fakta empiris.
Di
kalangan ilmuanØ
muslim, banyak sekali penemuan ilmuan yang orisinal (sebagai hasil eksperimen,
observasi, atau penelitia) yang terus dikembangkan dan menjadi milik dunia ilmu
pengetahuan modern, termasuk yang kemudian dikembangkan oleh para ilmuan barat.
Muhammad Thalhah HasanØ mengatakan, bahwa sumber ilmu pengetahuan itu adalah Allah, yang berbeda adalah proses dan cara Allah memberikan dan mengenalkan ilmu-ilmu tersebut kepada manusia dan mahluk-mahluk lainnya.
Muhammad Thalhah HasanØ mengatakan, bahwa sumber ilmu pengetahuan itu adalah Allah, yang berbeda adalah proses dan cara Allah memberikan dan mengenalkan ilmu-ilmu tersebut kepada manusia dan mahluk-mahluk lainnya.
Selain
empirisØ dan rasional, sumber ilmu
pengetahuan yang lain adalah intuisi dan wahyu. Melalui intuisi manusia
mendapati ilmu pengetahuan secara langsung tidak melalui proses penalaran
tertentu, sedangkan wahyu adalah pengetahuan yang didapati melalui “pemberian”
Tuhan secara langsung kepada hamba-Nya yang terpilih yang disebut Rasul dan Nabi.
DR.Ø Ahmad tafsir mengatakan, bahwa menurut Al-Qur’an semua
pengetahuan datang dari Allah, sebagian diwahyukan kepada orang yang
dipilih-Nya, sebagian lain diperoleh manusia dengan menggunakan indra, akal,
dan hatinya. Pengetahuan yang diwahyukan mempunyai kebenaran yang absolute,
sedangkan pengetahuan yang diperoleh dari indra kebenarannya tidak mutlak.
Bagi orang islam sumber pengetahuan adalah Allah, tidakØ ada pengetahuan selain yang datang dari Allah. Sumber pertama itu sekarang ini adalah Al-Qur’an atau haditsRasul.
DAFTAR PUSTAKA
Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996
Baktiar, Amsal, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT. Raja Grafondo Persada, 2004
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2005
Kattsoff, O.Louis, Element of Philosophy, USA: The Ronald Press Company, 1987
Sumarna, Cecep, Filsafat Ilmu, Bandung: Mulia Press, 2008
Syadali, Ahmad, Dkk, Filsafat Umum, Bandung; CV. Pustaka Setia, 2004
Suriasumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu Pengantar Populer, Jakarta; Pustaka Sinar Harapan, 1998
Tafsir, Ahamd, Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2008
Thalhah Hasan, Muhammad, Dinamika Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Jakarta: Lantabora Press. 2006
Hadi Wijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat I, Jogjakarta: Kanisius, 1998
Tidak ada komentar:
Posting Komentar